“Biarkan negeri ini melupakan masa kelabunya.Biarkan negeri ini melupakan segala kelemahannya.Biarkan negeri ini melupakan segala apa yang tidakbisa mereka lakukan.Izinkan kami membantu negeri ini dengan selembar petisi.Izinkan kami membantu negeri ini dengan seuntai kata.Izinkan kami membangunkan negerin ini dengan satuharapan.Inilah petisi kami, Keajaiban Belajar…”
Diawali dengan Soft Launching unik 28 Desember 2009, buku Keajaiaban Belajar sudah bisa diakses publik. Saat itu launching yang dilakukan adalah dengan mengundang sahabat-sahabat SBS di Pontianak untuk membaca dan ini yang unik… seklaigus mengeditnya. Mengedit? Ya karena buku ini saat itu dilaunching dengan edisi fotokopi yang dicetak 20 buah. Hari itu juga menjadi makin istimewa karena bertepatan dengan ulang tahun saya sebagai penulis, Yunsirno dan pemaisuri Dian Yustikarini yang sama-sama pada tanggal 28 Desember itu. Puluhan teman saat itu datang dengan ide, kritik, dan dukungan morilnya. Saya makin berketetapan hati untuk segera melaunching edisi masalnya. Setelah perbaikan sana sini hasil editan malam itu, maka buku pun segera di cetak masal di Jakarta, di Daun Production.
Sejak soft launching itu ternyata kritikan, saran, bahkan ide dari saya sendiri juga makin banyak. Buku editan itu kian lengkap dan berisi. Maka pada bulan Maret atau tiga bulan setelah soft launching itu, buku itu kelar dan siap naik cetak. Soft Launching, Lalu Grand Launching Soft lunching saat itu betul-betul berguna, karena dari mulut ke mulut info Keajaiban Belajar segera merebak di kota Pontianak. Sampai kemudian salah panitia hari ulang tahun Politeknik, salah satu kampus favorit di Pontianak berniat mengundang kami untuk mengadakan Bedah Buku akbarnya. Wow nggak terduga lho… Karena itu sebenarnya memang cita-cita kami untuk menggelar Grand Openingnya. Saat itu terpikir di benak saya bagaimana Grand Openingnya diadakan di tengah atau pusat kota di aula besar. Salah satu target kami mencari gedung besar. Tapi ternyata harganya waw, dari 5 sampai 15 juta untuk satu hari dengan kapasitas sekitar 400 kursi. Kebayang juga menyewa gedung segitu hanya untuk satu hari …
Pucuk cinta ulam tiba, datang lah panitia ultah Politeknik. Mereka mengundang kami untuk Bedah Buku di kampus mereka. Ini tepat sekali. Karena kampus mereka berada di pusat kota, di aula besar dengan harga sewa sebenarnya kisaran 8 juta perhari. Kami ajukan ide sebagai Grand Launching pun mereka setuju. Maka mulai beberapa hari kemudian foto wajah saya terpampang di baliho besar di jalan Ahmad Yani, jalan terbesar di kota Pontianak. Foto wajah saya yang sedang berpikir dengan foto buku Keajaiaban Belajar di sebelahnya.
Grand Launching ini dikemas juga dengan unik. Karena kebanyakan siswa dan mahasiswa kurang suka atau terbiasa dengan seminar, maka unsur entertainnya diperbanyak. Dan juga karena yang kita usung adalah peruahan gaya belajar, maka kami mengadakan demonstarsi paska seminar di gedung. Demonstrasi itu berupa jalan kaki (long march) ke Bundaran Tugu Degulis Kampus Untan. Isi tuntutannya, m yaitu mengajak semua pelaku pendidikan untuk meninggalkan kebiasaan menyonto. Demo anti nyontek. Dan lucunya, kami lupa menginformasikan pada polisi bahwa kami akan mengadakan demo. Maka polisi pun datang, bertanya, dan memaafkan kami. Terima kasih pak polisi. Oh ya polisinya berpakaian preman, bukan polantas. Dan demo ini juga menyedot perhatian media cetak dan elektronik. Beberapa surat kabar utama di Pontianak dan tv mewawancarai kami. Maka esok harinya info demo anti menyontek yang berbarengan dengan bedah buku itu jadi konsumsi berita di media.
Bedah Buku di Malang
Bulan berikunya, Bedah Buku berlanjut ke kota pendidikan Malang, di Jawa Timur. Namun bedah buku kali ini bukan berupa seminar besar tapi seminar ilmiah di kampus. Seminar tanggal 8 Mei ini bertempat di Gedung Perpustakaan UIN Malang. Ada cerita unik juga di balik bedah buku pertama di pulau jawa ini.
Saat itu sang panitia Ridho akan melobi tempat ke pihak UIN. Secara aturan formal jelas Keajaiban Belajar yang diusung Sang Bintang School sebuah lembaga swasta tidak bisa mendapat akses fasilitas apalagi jika gratis. Nggak ada pasalnya. Tapi setelah Ridho diskusi panjang. Si manajer perpustakaan sampai ke pertanyaan, ngomong-ngomong apa sih judul buku yang akan dibedah? Ridho jawab ya Keajaiaban Belajar. Eh, responnya langsung berbeda. Ia mengatakan ia sudah membaca buku tersebut, terkesan dan sangat mendukung misi yang dibawa. Maka saat itu juga ia melupakan peraturan formal tadi. Ia mengizinkan bedah buku itu terlaksana dengan menggunakan fasilitas UIN dan … gratis.
Bedah Buku di Palembang
Sekitar seminggu kemudian datang info dari sahabat saya, Agung di kota pempek Palembang. Katanya ada pekan pendidikan di kampus Unsri (Universitas Sriwijaya) dan saya dapat undangan mengisi bedah buku di sana. Maka terbanglah saya ke sana. Luar biasa sambutan di sana. Rupanya sebelumnya, Agung sudah banyak mengkoordinir penjualan buku itu ke masyarakat sana.
Sehingga buku itu tidak asing terutama bagi mahasiswa, pelajar SMA dan guru disana. Saat seminar saya didampingi seorang dosen bahasa di Unsri, Bapak Muhammad Yusuf. Unik nya dia tidak. Mengkritik sama sekali atas buku ini. Dia memuji setinggi langit bahkan merasa tersindir karena sebagai praktisi pendidikan tinggi malahan belum mampu menulis sebuah karya. Alhamdulillah sadar. He he he.
Sama seperti seminar di Malang, seminar di Palembang juga berlanjut pada perintisan cabang Sang Bintang School disana. Bedah Buku Marathon di Pontianak Setelah di Palembang, saya balik kampung ke Pontianak. Dan sejak april buku laris manis terjual di kota katulistiwa itu. Dan karena saya di Pontianak, sambung menyambung kampus-kampus mengundang saya untuk bedah buku, bahkan sampai ke fakultas-fakultas. Dari Untan (Universitas Tanjungpura), kampus terbesar di Pontianak, kampus FKIP paling sering mengundang saya. Bahkan disana sampai ke per jurusan. Lalu kampus fakultas kehutanan, almamater saya fakultas ekonomi, fakultas kedokteran, MIPA, lalu ke kampus tetangga yaitu STAIN Sultan Sy. Abdurahman, STKIP (Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan) yang sampai mengundang tiga kali. Satu diantaranya bukan saya pembicaranya, tapi Fahrurrazi.
Bedah Buku di Kantor Pemerintah
Tak dinyana, saya juga diundang untuk bedah buku di kantor pemerintah, tepatnya kantor Bea Cukai di Tj. Priok, Jakarta, tanggal 4 Oktober. Saya kaget juga kok mereka mau bedah buku tentang pendidikan. Rupanya pejabat sana mengatakan bahwa mereka harus terus memberi penyegaran kepada para stafnya. Saat itu hadir lebih dari 400 pegawai dan pejabat bea cukai. Panitia pelaksana kaget dengan antusiasme peserta yang sangat tinggi terbukti, saya yang seharusnya bicara 90 menit tapi keceplosan sampai 3 jam, dan peserta tidak beranjak. Kata panitia biasanya sudah satu jam-an, peserta training akan get out dan kembali ke pekerjaan masing-masing.
Di kantor ini pula kejadian pertama acara belum dimulai tapi ratusan buku sudah ludes terjual. Dan disini semua pesertanya adalah bapak-bapak dan sebagian kecil wanita. Tuh lihat fotonya …Di akhir acara saya kaget ketika pembawa acara berkata di depan ratusan peserta. Ia mengatakan bahwa kalau peserta yakin dengan apa yang disampaikan pembicara, maka silahkan angkat tangan siapa yang ingin mendaftar 6 minggu bisa! jika program ini digelar di gedung bea cukai ini. Saya degdegan. Bagaimana jika tidak banyak yang angkat tangan… artinya pembicaraan saya gagal sama sekali. Subhanallah, saya bersyukur ternya sekitar 200-an peserta angkat tangan!!
Bedah Buku di Cirebon
Selepas Jakarta, saya tidak langsung pulang ke Pontianak. Saya lanjut dengan seminar di Cirebon, sekitar 80 km ke arah timur di daerah pantura. Disana 10 oktober digelar bedah buku di IAIN Sunan Gunung Jati. Inilah bedah buku pertama yang memungut biaya tiket, alias inilah seminar komersil. He he he.
Walaupun membayar, ternyata peserta membludak lho. Lihat foto di bawah ini. Peserta dipisahkan antara bangku cowok dengan cewek. Ini deretan cowoknya. Di seminar ini sama seperti di Palembang, saya juga dikasih pembicara pembanding, dia doktor lulusan UIN Jakarta. Mulanya ia tidak simpatik. Namun kami berbincang-bincang, ia semakin lama semakin kaget dengan apa yang saya jelaskan sebelum tampil. Maka saat saya tampil, ia mendengarkan dengan seksama. Dan uniknya saat giliran ia bicara. Ia juga tidak menyampaikan apa kelemahan penulisan saya. Ia malah berkata apa yang saya tulis dan apa yang dilakukan di SBS adalah sebuah pembelajaran berbasis tauhid. Terima kasih, pak dosen …
Sama seperti Malang dan Palembang, seminar ini juga diikuti dengan perintisan berdirinya cabang SBS di kota udang tersebut.
Kembali ke Unsri lalu Pulang ke Kalbar lagi …
Selepas Cirebon, saya kembali lagi ke Palembang, tepatnya ke kampus Unsri. Disana sayamengisi beberapa seminar bedah buku lagi., diantaranya di kampus fakultas tehnik, 26 oktober. Oh ya tidak hanya seminar bedah buku dua atau tiga jam-an yang kita lakukan, kita juga memiliki konsep Training Keajaiban Belajar (TKB), yang memakan waktu lebih lama yaitu seharian, dari pagi sampai sore. Bedanya adalah, saat training, pembahasannya bukan hanya menyadarkan peserta tentang metode belajar yang efektif tapi juga pendalaman denga rencana untuk aplikasi. Karena itu pesertanya ditekan lebih sedikit dan biayanya di atas Rp. 100 ribu.
TKB pertama yang berhasil digelar adalah di kota Sambas, 14 februari di hotel. Pesertanya adalah para guru sekolah terutama guru bahasa inggris yang berminat untuk komparasi atau bahkan untuk melaksanakan. TKB di Sambas ini diikuti 30 peserta. Yang menarik, karena Kalbar adalah daerah plural maka guru dari misionaris juga ada yang ikut. Mereka dengan tekun menyimak dan ikut terlibat dalam diskusi di akhir.
Bedah Buku di Padang
DI pertengahan november, saya berkesempatan membuka cabang SBS di kota gadang, Padang. Kesempatan itu nggak disia-siakan tim marketing sana untuk menggelar seminar juga. Tanggal 20 November, saya mengisi seminar di kampus UPI Padang. Sambutan masyrakat disana yang luar biasa.
Mereka seperti baru melihat seminar seperti ini. Inilah seminar terbesar yang pernah saya isi. Pesertanya sekitar 1000 peserta dari kalangan guru, mahasiswa, dan dosen. Bahkan seminar ini dibuka oleh direktur yayasan, Pak Nawaz. Pak Nawaz adalah tokoh Padang yang dianggap sukses membangun SDM disana. Ia juga menjadi ketua ESQ perwakilan Sumatera Barat.
Bedah Buku di Tasikmalaya
Dari Padang, saya lanjut ke pulau Jawa lagi. Kali ini ke Tasikmalaya, sebuah kota yang nyaman di selatan Jawa Barat. Tanggal 5 Desember, saya menjadi pembicara di seminar umum yang bertempat kampus UPI Tasikmalaya.
Di seminar ini antusiasme peserta yang luar biasa. Bahkan disinilah pertama kali saya melihat peserta antri beli tiket dan antri masuk layaknya mau nonton konser musik. Disini juga pertama kali saya melihat peserta antri saat sesi bertanya. Bener-bener antri. Saat peserta pertama angkat tangan dan diberi kesempatan bertanya dengan microphone, peserta lain karena takut nggak dapat kesempatan atau apa gitu… tiba-tiba mereka tanpa dikomando berbaris di belakang penanya pertama. Juga di seminar ini, saya diberi gelar profesor oleh peserta. Ada ada saja ya …
Bedah Buku di Karawang
Tanggal 23 Januari saya diundang lagi menjadi pembicara seminar bedah buku ini di Karawang, Jawa Barat. Seminar pertama di tahun 2011 ini adalah kerjasama antara sebuah EO dengan BSI (Bina Sarana Informatika) Cabang Karawang.
Ini seminar pertama dimana peserta belum tahu tentang buku Keajaiban Belajar. Maklum belum ada distributornya disana. Bahkan EO-nya pun bisa kenal saya karena adiknya yang sedang belajar 6 Minggu Bisa! di Tasikmalaya terkesan dan menceritakan pada abangnya yang jadi kepala EO tersebut.
Bedah Buku Lagi di Cirebon
Tanggal 16 Februari, saya berkesempatan mengisi seminar lagi di kota udang Cirebon. Oh ya, sebenarnya ini bukan Bedah Buku kedua di Cirebon. Yang kedua adalah saat saya mengisi bedah buku di TV Cirebon secara live pada pukul 19.00. Acara yang menyatu dengan Berita Malam di Tv itu dilanjutkan dengan tanya jawab interaktif via telpon.
Kalau seminar pertama digelar di satu-satunya kampus negeri disana, IAIN Sunan Gunung Jati, maka seminar kali ini digelar di kampus terbesar di sana, Unswagati (Universitas Swadaya Sunan Gunung Jati). Setelah bedah buku lewat seminar, beberapa hari kemudian saya juga berkesempatan bedah buku via udara di radion, Cirebon FM. Di malam minggu itu, selama satu jam penuh saya bongkar keajaiaban dalam belajar jika kita mampu menerapkan strateginya. Siaran on air ini juga menjadi promosi karena akan ada pembukaan kelas baru di Cirebon di bulan tersebut.
Danish, Remaja Yang Terkesan
Di seminar ini juga ada story unik yang perlu saya ceritakan. Di tengah ratusan peserta mahasiswa dan guru, menyelip seorang anak kelas 1 SMA. Tak tanggung-tanggung, dia harus menempuh hampir 100 km dari Tangerang untuk ikut seminar ini.
Sebelumnya, santri pesantren tahfizul Quran milik Ustadz Yusuf Mansur ini rupanya mengenal buku ini dari pinjaman temannya. Ia yang sama sekali tak suka membaca tiba-tiba merasa aneh bisa suka dan menghabiskan buku ini. Dan ia menginap di kampus Unswagati, malam sebelum seminar. Nama remaja itu adalah Danish.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar