Sebelum menekuni SBS alias Sang Bintang School, saya membuka usaha penyalur majalah. Karena kesukaan saya adalah membaca, apa pun saya baca, termasuk yang berkaitan dengan olahraga. Salah satu yang sering saya nikmati adalah Bola dan Haisoccer. Yaitu tabloid yang khusus mewartakan dunia olahraga, namun lebih banyak ngomongin bola, olahraga yang katanya digemari 1 milyar manusia…
Kini saya tidak lagi berbisnis itu. Namun jika tidak sibuk-sibuk amat, hampir dipastikan saya datangi saudara saya yang kemudian menjadi pengganti saya untuk membacanya setiap hari terbitnya tabloid itu atau pada hari kunjungan saya ke public library, saya sempatkan membacanya. Tapi tahukah Anda bahwa saya membacanya bukan sekedar karena bolanya, tapi karena nilai pelajaran, terutama manajemennya (team work dan manajemen klub). Bagaimana mungkin?
Batistuta Pun Tak Mau Nonton Bola
Dulu saya banyak mikir-mikir kalo mau baca Bola. Ngapain juga olahraga dibaca, olahraga itu untuk dipraktekkan dan dinikmati. Waktu kita teramat mahal untuk hanya membaca ulasan atau analisa pertandingan bola (apalagi menontonnya!). Apalagi saya juga kurang suka dengan kecenderungan banyak orang untuk berjudi bola. Sehingga tak sedikit yang membaca analisa pertandingan karena untuk kepentingan ini.
Tapi saya suka memainkannya sebagai sarana latihan fisik. Saya rutin memainkan sepakbola indoor setiap pekan rata-rata dua kali. Saya menikmatinya sebagai olahraga yang menguras keringat dan melatih otot dan otak kita. Karena itu saya setuju banget dengan ucapan bintang bola Argentina, Gabriel Omar Batistuta bahwa ia hanya suka bermain bola, tidak menontonnya. Tapi karena prinsip saya membaca apa saja yang ada di depan mata saya, saya akhirnya baca Bola juga.
Gaya penulisan wartawannya sungguh asyik. Membaca analisa pra pertandingan (preview) seakan membuat kita bak pelatih kawakan yang penuh strategi. Sebaliknya membaca analisa hasil pertandingan membuat saya seperti menonton langsung pertandingannya. Itu keuntungan bagi penghobi pertandingan bola. Tapi karena saya multiminat, saya menemukan hal-hal exciting lain dalam tulisan-tulisan wartawan Bola.
Diganjar Kemenangan
Saya menemukan fakta bahwa sepakbola bukan sekedar parade adu otot dan kelihaian mengolah si kulit bundar, pertandingan sepakbola adalah adu strategi, dan kecerdikan para pemain dan pelatihnya. Sebagai seorang pelaku dunia usaha, saya juga melihat ada kesamaan antara mengelola tim bola dengan mengelola tim kerja. Kehilangan passion sama dengan kehilangan kesempatan besar untuk menang. Karena tak ada kesuksesan tanpa passion. Inilah yang dilakukan oleh Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, atau sang legenda Zinedine Zidane. Bagi mereka bertanding setiap pekan dalam kompetisi sepakbola yang melelahkan, bukanlah sebuah beban tapi adalah kenikmatan hidup. Dan kesuksesan yang mereka raih juga bukan sesuatu yang gratis. Mereka meraihnya dengan kerja keras dan latihan yang lebih berat dari yang orang biasa lakukan. Maka tak salah jika kita melihat keindahan permainan mereka, kenikmatan, totalitas, dan hasilnya: kemenangan. Ini sama persis dalam dunia kerja atau bisnis.
Sepakbola juga menunjukkan pada kita bahwa tak ada kesuksesan instan. Lihat betapa lamanya Spanyol harus mengikuti Piala Dunia sejak sebelum Perang Dunia, namun mereka baru meraihnya di tahun 2010. Mereka menanti hampir satu abad! Tapi kesabaran mereka telah berbuah sekarang, liga mereka telah menjadi industri yang mampu memberi pekerjaan bagi ribuan orang, hiburan bagi jutaan orang, dan inspirasi. Dan tahukan Anda bahwa Spanyol meraihnya setelah mereka memenuhi syarat-syarat manajemen dan syarat kesuksesan. Maka kita tentu tahu jawabannya mengapa negeri ini belum bisa meraih Piala Dunia.
Pelajari Guardiola, Messi dan Barcelona!
Pertandingan sepakbola juga parade kelihaian racikan strategi para pelatihnya. Lihat dan pelajari bagaimana strategi ampuh Joseph Guradiola saat mengelola talenta-talenta Barcelona. Kenapa strategi ampuh? Karena ia mampu membuat sebuah tim yang selama empat tahun terakhir sungguh sulit dikalahkan. Tim yang sungguh haus gol. Tim yang sungguh kompak. Dan yang menarik, mereka bermain sungguh dengan sangat menikmati, indah dinikmati, dan sangat fantastis. Guardiola yang sebelumnya belum pernah melatih klub menjadi sukses, berhasil membuat Barcelona, satu-satunya tim elit Eropa tidak punya sponsor perusahaan komersial.
Lapangan hijau sepakbola juga menjadi makna penerapan prinsip-prinsip kesuksesan. Lihat prinsip tak kenal menyerah Lionel Messi yang konon di masa kecilnya ditolak masuk klub bola karena punya penyakit dan tubuhnya yang kecil. Kini ia justru menjadi predator yang mengerikan di depan gawang lain. Bola tak boleh berada di kakinya kalau tidak mau tim lawan menangis. Kita juga harus belajar dua dekade dan menjadi klub paling sukses di daratan Eropa.
Kuncinya: Manajemen No. 1
Sepakbola juga mengajarkan bahwa kesuksesan membutuhkan profesionalitas, disiplin, dan manajemen yang mantap. Tak ada satu pun tim yang sukses kecuali menerapkan kedisiplinan tinggi dalam pengelolaanya. Jadwal kompetisi yang teratur, jadwal latihan yang ketat dan kontinyu dan penerapan sanksi bagi yang melanggar aturan adalah hukum alam kesuksesan yang diterapkan di sepakbola.
Tapi bakat hebat ala Brasil dan Argentina pun tak cukup mendongkrak prestasi klub-klub negeri itu menjadi terkuat dan sukses secara financial. Namun manajemen yang profesional lah yang mengantarkan klub-klub Eropa menjadi terbaik, dan paling nyaman dinikmati di sela-sela kesibukan kerja kita. Manajemen profesional mereka juga menjadi pelajaran bagi kita bahwa pencapaian yang terbaik butuh manajemen yang terbaik. Jadi jangan hanya nonton 11 orang berebut bola tapi cobalah untuk belajar dari lapangan hijau! Ambil pelajaran dan praktekkan yang terbaik untuk kehidupan terbaik kita@