Kamis, 23 September 2010

SPEKTAKULER BEDAH BUKU KEAJAIBAN BELAJAR


SPEKTAKULER BEDAH BUKU KEAJAIBAN BELAJAR (Teaching By Heart, and Learning By Mind)

oleh Ali Amrizal pada 24 September 2010 jam 10:08 (from : http://www.facebook.com/note.php?note_id=434823270957&ref=notif&notif_t=note_tag)

SPEKTAKULER BEDAH BUKU KEAJAIBAN BELAJAR

(Teaching By Heart, and Learning By Mind)

waktu :08.00- selesai

Tempat :Minggu di Aula ICC, 03 oktober 2010 (kampus IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

AKHIR PENDAFTARAN : 02 oktober 2010

INVESTASI:

  • PELAJAR : Rp 10.000,-
  • Mahasiswa : Rp 15.000,-
  • Guru / dosen : Rp 30.000,-
  • Umum : Rp 40.000,-

Fasilitas : Sertifikat, Materi, snack n Doorprize menarik. . . .. . :-)

cp : IAIN

  • Amrizal (087829990731)
  • Nirma (085224010852)
  • Rizkon (087829967298)

UNSWAGATI

  • Nani (085282763601)
  • Yogi (085224807011)

Nb : pendaftaran setelah tanggal 01 0ktober 2010 investasi naik 2 kali lipat

UNTUK UMUM. . . . . . .

BURUAN DAFTAR.........!

Rabu, 22 September 2010

Testimoni Buku Keajaiban Belajar

Testimoni Buku Keajaiban Belajar










"Salam perjuangan sensei Yunsirno, nama saya Doni mahasiswa PTS

Jogjakarta
, setelah saya membaca buku anda, cara pandang saya menjadi
lebih luas. … seandainya sekolah ini berani tumbuh di Jogya,
saya yakin akan banyak manusia-manusia baru yang akan menjadi sensei muda.
Saya tunggu buku barunya" Doni -Jogjakarta
 
“Saya Ledy mahasiswa STAIN semester 4 jurusan Bahasa Arab, dulu saya
paling anti dengan yang namanya baca buku namun ketika saya terkena
kecelakaan dan disuruh membaca bku ini oleh ibu saya. Wah… ngeliat
covernya saja saya langsung klik,neh buku isinya pasti bagus banget, dalam
waktu 6 jam saya bisa mengkhatamkan membaca buku keajaiban belajar.
Subhanallah, fantastic, memang ajib deh ne buku, semangat saya untuk giat
belajar dan menjadi guru yang professional semakin membara. Mumtaz deh buat
bang Yunsirno sang penulis buku keajaiban belajar, sukron jazakumullah
khoiron” Ledy ,Pontianak, Kalimantan Barat
 
"Ass. ka' nama saya fitroh qudsiyyah saya mahasiswa UIN malang smster 4,
sungguh luar biasa buku yang kakak tulis….. " Fitroh – Malang, Jawa Timur
 
"….  buku keajaiban belajarnya subhanallah bagus banget. saya jadi
termotivasi untuk lebih giat belajar! saya mau ikut jejak kamu :)" Winda
-lubuklinggau, Sumatera Selatan
 
“Assalamu’alaikum Wr.Wb, Saya puji siswi SMKN 1,waktu itu saya mengikuti
seminar tentang keajaiban belajar dan saya juga baca buku nya walaupun belum
habis tapi aya sangat menyukai artikel tentang redup nya sang pelita membuat
saya termotivasi mnjadi pelita yg terang dengan cara belajar. Saya tunggu
keajaiban belajar 2 semoga sgera terbit” Puji, Pontianak, Kalimantan Barat
 
 
“Asalamu’alaikum afwan, saya Sudarsih. Mahasiswi UIN Malang, saya sangat
terkesan dengan tulisan-tulisan Bapak dalam buku Keajaiban Belajar. ….
saya jadi terinspirasi untuk mengundang Bapak yang berkaitan dengan pengembangan SDM.
Jazakumullah Khoir” Sudarsih, Malang, Jawa Timur
 
“Sir Yun, I am ageng, your book is very good. I like
your book contens, give me new inspirations and informations, if your
second book will launch, I buy ”Ageng, Pontianak, Kalimantan Barat
 
“Pak saya sangat berterima kasih kepada pengarang buku keajaiban belajar karena buku ini
banyak memberi motivasi dan perubahan terhadap cara belajar saya. “
Abdurahim, Flores, NTT.
 
“Asw. Penulis, saya sudah membaca buku “Keajaiban Belajar” dan semua
artikelnya sangat menarik, yang paling menarik buat saya adalah “robohnya
sekolah kami” yang merupakan fenomena masyarakat dan dunia pendidikan saat
ini, sungguh menyedihkan. Bagaimana bangsa ini mau maju jika belajar saja
di anggap sebagai beban…! Btw saya juga tertarik dengan kampoenk jenius,
karena saya suka bahasa inggris, tetapi belum bisa sampai sekarang, …. ??” Azra

Selasa, 14 September 2010

Budaya Pendidikan


Budaya Pendidikan

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat.

Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang diatulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan sayamencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk,logikanya sangat sederhana.

Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah. Rupanya karanganitulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk,malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikanmemerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, sayakhawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerimasaya hanya bertanya singkat. "Maaf Bapak dari mana?" "Dari Indonesia ," jawab saya. Dia pun tersenyum.

Budaya Menghukum

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

"Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini,"lanjutnya. "Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! " Dia pun melanjutkanargumentasinya.

"Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris,saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karanganberbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurutukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para pengujiyang siap menerkam.

Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinyadengan mudah. Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalanbegitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buatdan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuhpuja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan"mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan,penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedapseakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf,menurut hemat saya sangat tidak manusiawi. Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan.

Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel.

Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh didepan," ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan raporanak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornyatidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yangberarti." Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya melihatnya dengan kacamatayang berbeda.

Melahirkan Kehebatan

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan danrasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejutaancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, danpenghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, danseterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...;Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di ataskertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebihdisiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif danmengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkanotak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atausebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman ataudukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengandemikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancamanatau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina ataumemberi ancaman yang menakut-nakuti. (*)

RHENALD KASALI

Ketua Program MM UI